Copyright: Rio S. Migang to Borneo Tourism Watch |BTW|

newBagi sebagian orang, pluralitas etnis, agama, budaya hingga pandangan hidup merupakan realitas yang mungkin sangat menakutkan namun bagi yang lain merupakan mosaik kehidupan paling indah. Perbedaan dan kemajemukan di satu sisi mengandung hal-hal positif, di sisi lain dapat pula mengundang hal negatif bahkan destruktif.

Ketakutan terhadap perbedaan merupakan hal yang eksisten pada diri tiap manusia/kelompok, takut pada hal yang asing dan di luar pengetahuan atau pengalaman mampu menciptakan sikap tertutup dan penolakan (close system). Namun, sesuatu hal yang asing dapat pula menjadi pemicu keingintahuan (kuriositas), makin tinggi rasa ingin tahu tersebut, makin mudah pula ketakutan yang tak perlu tersingkir dan makin berkembang pula pengetahuan yang telah ada (open system). Hal-hal demikian kemudian dikenal sebagai bentuk dari paradoks kehidupan. (more…)

Copyright: Rio S. Migang to Borneo Tourism Watch |BTW|

John Calvin[1] tidak hanya dikenal sebagai seorang tokoh besar Reformasi Gereja. Bila menelusuri jejak pemikiran dan sumbangsihnya terhadap bidang demokrasi, moral dan etika publik pada masyarakat sipil serta kehidupan berbangsa, mau tak mau kita akan terhenyak karena dari seseorang saja, dapat merangsang perubahan positif terhadap wajah dunia hingga saat ini, melampaui batas zaman, agama, ras, maupun suku bangsa. Apakah rahasianya?

Calvin yang pada usia 26 tahun sudah melahirkan Institutio[2], sebuah masterpiece zaman Renaissance, di masa abad pertengahan sekitar tahun 1500-an dimana Kekristenan berpengaruh sangat besar terhadap dunia[3]. Negara-negara reformed kala itu seperti Swiss, Swedia, Jerman, Belanda mengadopsi pemikiran Calvin seperti standar etos kerja yang tinggi, standar jasa dan produksi  benda bermutu terbaik, mendorong nilai HAM (hak asasi manusia) yang universal dan kebebasan dalam konteks demokrasi. Bahkan setelah beberapa dekade, beberapa tokoh besar cendikiawan muslim seperti Gus Dur[4], Nurcolish Madjid, Dawam Rahardjo, hingga Muhammad A.S. Hikam dalam beberapa seminar publik yang diadakan RCRS[5] di Jakarta pun mengungkapkan kekagumannya pada pemikiran Calvin.

Menelisik sistem pendidikan yang dikecap oleh generasi Calvin pada masa itu tidak hanya menekankan aspek religius saja (teologi dan doktrin), namun sengaja dirancang komprehensif mendorong generasi muda abad pertengahan untuk mempelajari ilmu-ilmu humaniora dan liberal arts yang basisnya antara lain: mathematics, science, arts, and language. Ada dua kategori pendidikan yang wajib diperdalam dan dipraktekkan sehari-hari, yakni The Trivium (grammar, logic, rethoric) dan The Quadrivium (arithmetic, astronomy, music, geometry), melalui proses pendidikan yang cukup berat tersebut, diharapkan seorang manusia dapat mencapai kualitas terbaiknya.

(more…)

Copyright: Rio S. Migang to Borneo Tourism Watch |BTW|

Suka ke mall atau shopping center? Bagi para shopper (pembelanja), tentu saja jawabnya suka. Bila sering ke mall apalagi di Jakarta, sesekali berhentilah sejenak pada stand-stand developer yang menjual produk perumahan dan tanyakan pada salesnya, rumah yang dijual model apa? Kebanyakan akan menjawab, rumah minimalis.

Trend istilah arsitektur minimalis yang masih melanda dunia dan Indonesia, tidak lepas dari dua tokoh utamanya, Ludwig Mies van der Rohe seorang berkebangsaan Jerman dan Le Corbuiser seorang berkebangsaan Swiss. Keduanya dianggap sebagai bapak arsitektur minimalis modern atau sering pula dikenal sebagai Fathers of Modern Style.

(more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch |BTW|

Bila kita membaca habis karya terbaik Jacques Derrida berjudul Of Grammatology, maka kita akan segera menyadari bahwa dunia postmodern yang kita hidupi saat ini nyaris seluruhnya didikte oleh prinsip dekonstruksi Derrida.

Prinsip Derrida sebenarnya sederhana, yakni bahwa sebuah tata bahasa (grammar) memiliki kemungkinan arti (tafsir) yang banyak ragamnya. Sebuah teks bisa ditafsirkan sebebas-bebasnya tergantung subjektivitas individunya. Prinsip ini merupakan upaya rekonstruksi terus menerus (dekonstruksi) terhadap tatanan teratur modernitas. Prinsip tersebut lahir karena dua sebab, pertama, Derrida menganggap bahwa tradisi tulisan nilainya lebih tinggi dari tradisi lisan. Kedua, berangkat dari free will manusia bahwa kebebasan itu sendiri bersifat absolut. Kedua proposisi tersebut menembus dua bidang besar umat manusia, filsafat dan teologi yang kemudian mempengaruhi secara radikal postmodern worldview (semesta pandang paska modernitas) generasi-generasi saat ini.

(more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch |BTW|

Bila Anda berkesempatan berjalan-jalan keluar negeri, mampirlah sejenak ke toko-toko buku disana, biasanya dengan mudah Anda akan menemukan ratusan buku tentang paham utilitarianisme.

Utilitarianisme atau diterjemahkan sebagai asas manfaat, merupakan produk pemikiran barat melalui para tokohnya seperti Jeremy Bentham, John Stuart, David Hume, yang mewabah hingga sendi-sendi keIndonesiaan.  Bertransformasi menjadi nilai hidup publik, asas ini dimanifestasikan dalam berbagai keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kebijakan pemerintah, politik, hukum, perekonomian, industri dan perdagangan bahkan hingga ke tataran yang lebih privat lagi, yakni dalam hubungan antar pribadi.

(more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch |BTW|

Batu Putih di Murung Raya-Kalteng

 

Perayaan Festival Isen Mulang 2011 di Kalimantan Tengah menorehkan makna penting bagi percepatan kemajuan pariwisata Kalimantan. Pulau Kalimantan dengan luas 743.330km2 (luas negara Indonesia keseluruhan 1.919.440km2) sungguh sangat terberkati. Bandingkan luas wilayah negara Malaysia yang hanya sekitar 329.758km2. Perbandingan postur geografis saja sudah menunjukkan bahwa kita negara gemuk. Luas daratan mengandung banyak potensi pariwisata, apalagi potensi terpendam kelautan kita. Bentang alam ini ditambah pula dengan keragaman penduduknya yang penuh apresiasi akan seni budaya nusantara.

Dalam benak penulis, bila warga negara lain meneropong dari tempatnya, di lubuk hati mereka yang terdalam sangat mungkin muncul perasaan iri. Ungkapan bahwa “rumput tetangga lebih hijau”, mampu mendorong terjadinya perilaku-perilaku tak lazim, seperti peristiwa konfrontasi Malaysia ketika merebut pulau Sipadan dan Ligitan (sekitar Kaltim) beberapa waktu lalu.

(more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch |BTW|

[Artikel ini dimuat di Harian KaltengPos, 21 Sept 2010 & www.kalteng.go.id]

Kapal Wisata Sungai di Tengah Kota Palangka Raya

Bangsa Indonesia sedang dan terus menggeliat dalam pembangunan. Wacana pembangunan yang kini memanas terkait dengan rencana pemindahan ibukota ke kota Palangka Raya di Kalimantan Tengah (Kalteng). Berbagai artikel bahkan forum di bangku akademik membahas peluang dan tantangan pemindahan ini.

Tentu saja tulisan ini tidak dalam rangka membahas wacana tersebut, namun lebih menitikberatkan kondisi pariwisata Kalimantan yang menurut Direktur Promosi Luar Negeri Kemenbudpar RI, I Gde Pitana Brahmananda (2009) ibarat raksasa yang mulai menggeliat.

(more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch |BTW|

(Artikel ini telah dimuat di Harian Tabengan, 3 Juli 2010 & www.kalteng.go.id)

Jembatan Gunung Mas

Keluhan utama sekaligus isu sentral dalam pengembangan kepariwisataan di Kalteng adalah minimnya infrastruktur. Realitas bahwa jalan masih banyak yang rusak, akses-akses menuju lokasi obyek wisata yang jauh, akomodasi yang belum sepenuhnya memadai di daerah-daerah, adalah kondisi konkrit tantangan di tingkat lokal.

Tantangan ini sepenuhnya dapat disikapi dengan berbagai cara, antara lain menunggu hingga semua akses jalan sempurna, membiarkan pasar wisatawan mengendalikan opini terhadap destinasi, atau mengembangkan aset atau potensi wisata yang ada dengan strategi khusus. Dan menurut analisis penulis, pilihan terbaik adalah, memposisikan lemahnya infrastruktur sebagai aset/modal wisata.

Bagaimana mengelola lemahnya sokongan infrastruktur menjadi modal utama pengembangan kepariwisataan Kalimantan? (more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch [BTW]
(Artikel ini telah dimuat di Harian KaltengPos, 18-19 Februari 2010).
Melvin | by NN

Peneliti Melvin & Borneo Great Apes

Indonesia, terutama Kalimantan sepatutnya berbangga. Dikaruniakan dengan bentang sungai nan indah, eksotisnya budaya Dayak, berbagai kekayaan hutan alam yang secara kolektif dikenal pula sebagai destinasi paru-paru dunia.

Bumi Kalimantan memiliki berbagai jenis kandungan emas, diantaranya yang sangat dikenal adalah Emas Hitam, yakni minyak bumi dan batubara, serta Logam Emas, yang dikenal luas sebagai bahan untuk perhiasan dan investasi.

Sebagaimana diketahui, kedua jenis emas tersebutlah yang menjadi topangan atau sumber penghasilan bagi sebagian besar penduduk Kalimantan saat ini, dan merupakan sumber devisa terbesar bagi pemerintah.

Kedua jenis emas tersebut memiliki sifat yang tidak berkelanjutan, dalam arti sangat sulit untuk diperbaharui lagi karena harus melalui proses pembentukan dari alam yang memakan waktu sangat panjang.

Kedua jenis emas ini pun tengah mengalami sorotan tajam di tengah kalutnya isu global warming dan green world campaign. Proses pengambilannya yang secara langsung maupun tidak langsung merubah rupa bumi, membongkar area-area hijau dan menghasilkan limbah, mendorong terdegradasinya unsur-unsur lingkungan lainnya.

(more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch [BTW]

Bagi sebagian besar orang, Kalimantan dikenal sebagai hutan belantara, surga rimba bagi berbagai satwa, dipeluk liuk sungai-sungai raksasa, dan itu benar. Sebagian lain berpendapat bahwa Kalimantan dikenal sebagai surganya para peneliti pecinta Orang Utan “The Great Apes” terbesar di dunia, dan itu betul. Sebagian lagi berpendapat, kebudayaan asing dan misterius dari suku bangsa Dayak adalah daya tariknya, dan itu betul.

picture motion | Visit Kalimantan Year | lagu latar Mohing Asang

Riam sungai bagian hulu yang ganas namun bisa ditaklukan, heningnya rimba hutan di sepanjang hilir sungai Barito, keindahan tarian suku-suku, dan eksotisnya satwa Kalimantan, membawa setiap wisatawan untuk datang kembali dan kembali.

Surga itupun terasa hadir di negeri yang besar bernama Beautiful Kalimantan.

Jakarta 2010

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch [BTW]

Pengantar:

Beberapa operator dan pelaku wisata di Kalimantan telah menyadari sejak lama, akan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) sebagai elemen daya tarik, dan pengimplementasian konsep Pariwisata Alternatif (lihat kembali penjelasan Pariwisata Alternatif: Apa, Siapa dan Bagaimana di Harian Kalteng Pos, Senin-Selasa 7 & 8 September 2009).

Jembatan Barito

Penerapan model pengembangan pariwisata alternatif di Kalimantan, termanifestasi dalam bentuk skala kecil, yaitu atraksi seperti Tingang bird watching (melihat jenis burung endemik Kalimantan), snake watching (melihat jenis-jenis ular yang ada di hutan Kalimantan), reptile watching (melihat jenis-jenis reptil yang hidup di Kalimantan), orang utan watching (melihat orang utan Kalimantan), Betang watching (melihat dan mengagumi rumah Betang/Lamin), hingga flora watching (melihat jenis-jenis tumbuhan endemik Kalimantan).

Pengembangan di atas nampaknya telah melangkah menuju tujuan utama pengembangan pariwisata berkelanjutan yang menitikberatkan pada kelestarian ekosistem dan berbasis masyarakat lokal. Bagi dunia pariwisata internasional, maka pengembangan jenis kegiatan pariwisata alternatif lah yang diakui sebagai kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab (responsible tourism) dan memang dapat dipertanggung jawabkan.

Bersambung..

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch [BTW]

Oleh: I Made Adi Kampana Rio S. Migang |dimuat di Harian KaltengPos, Senin 2 November 2009|

Kalimantan Dancer | riconsultea.com

Bayang-bayang Pariwisata Kalimantan

Kalimantan tidak hanya dimiliki oleh negara Indonesia, namun berbagi tempat dengan Malaysia dan Brunai Darussalam. Tentu saja bila dikaitkan dengan potensi dan sumber daya pariwisatanya, sedikit banyak memiliki kemiripan.

Kemiripan yang berbasis latar kebudayaan Melayu dan kondisi geografis yang tidak jauh berbeda tentu saja akan mengesankan para turis dunia dalam melihat pariwisata di Kalimantan sebagai sebuah kesamaan.

Hal inilah yang dimanfaatkan secara cerdik oleh Badan Pariwisata Malaysia dengan mencanangkan slogan secara agresif, “Truly Asia” itu di Malaysia-Borneo, jauh-jauh hari.

Akibatnya cukup fatal, “agresi” promosi melalui media elektronik internasional seperti TV CNN, BBC dan website atau search engine terutama Yahoo dan MSN (Antara News, 2008) yang gencar dengan mempertontonkan bahwa orang Dayak dan satwa endemik Orangutan adanya hanya di negara mereka, mengakibatkan tertutupnya peluang branding bagi ke-4 propinsi di Kalimantan secara efektif.

Pariwisata sebagai sebuah industri strategis dan terbesar abad 21 (WTO, 2008), ptidak lagi dikelola dengan cara konvensional serta sebatas wilayah administrasi propinsi belaka. Upaya pengembangan berbasis borderless tourism (pariwisata tanpa batas wilayah) menjadi acuan penting bagaimana mengelola potensi pariwisata menjadi efektif dan efisien. (more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch [BTW]
bus wisata sungai

Bus Wisata Arung Sungai | Jakarta Post file

Tulisan dengan judul di atas merupakan buah karya dari Ms. Jeannita Adisty, seorang mahasiswa yang multi talented & saat ini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Management & Tourism, Universitas Udayana Bali. Saya hanya kebagian tugas mengedit beberapa bagian saja. Dan

syukur dimuat di Harian Kalteng Pos selama 2 hari berturut-turut, Senin-Selasa 7 & 8 September 2009, dengan judul lengkap Pariwisata Alternatif: Apa, Siapa & Bagaimana?

Silahkan lihat disini, atau baca lengkap klik more..

(more…)

Copyright: Borneo Tourism Watch [BTW]

Kompetisi negara-negara ASEAN dalam mengembangkan pariwisatanya ditunjukkan dengan penciptaan slogan untuk menciptakan citra akan keunikan negaranya. Untuk mencapai promosi secara luas, tentu saja digunakan teknologi IT yang berbasis world wide web (www) secara maksimal.

Berikut logo pariwisata yang dianggap telah mewakili ikon negaranya:

visit indonesia tourism rszvisit brunai rszvisit australia rsz

visit filipin rsz

visit kamboja rsz visit laos rsz Uniquely Singapore Logo

visit malaysia 1rsz visit thailand rsz visit vietnam rsz

Menurut kami, untuk menghadapi raksasa pariwisata terutama negara tetangga Kalimantan, yakni Brunai & Malaysia, tidak perlulah seluruh Indonesia dipertaruhkan.

Melalui kerjasama sinergi pariwisata ke-4 propinsi (Kalteng, Kaltim, Kalbar, Kalsel), kami yakin suatu saat dunia akan mengetahui bahwa Aslinya Asia (truly asia) dan Jantungnya Borneo (heart of Borneo) adalah Kalimantan.

Ujudnya, kami mengusulkan dibentuknya Kalimantan Tourism Board (KTB) atau Badan Pariwisata Kalimantan.

Setujukah Anda?

Copyright: Borneo Tourism Watch [BTW]

Special Report!

Ujud cinta bangsa yang diekspresikan saat Hari Kemerdekaan RI beragam. Ada lomba, bazaar & pasar malam, pemutaran film perjuangan, renungan malam, wayang semalam suntuk, hingga doa akbar bagi negeri. Bagi saya, ujud cinta bangsa terekspresikan melalui karya positif kita. Karya dari hasil kerja keras & pengorbanan, berdasarkan otentitas & orisinalitas.

Hasil karya yang bersumber dari pemikiran & perjuangan  yang otentik memiliki  mutu yang dapat dipertanggungjawabkan.

teluk pulai5rszteluk pulai4rsz

teluk pulai6rszteluk pulai7rsz

(Ket. foto searah jarum jam: |1| tinggal di rumah pambekel Teluk Pulai |2| kantor desa yang selalu tutup |3| jalan kaki 20an km ke Sei Sekonyer bersama warga lokal |4| berdiskusi dengan warga asli Bugis.

Dok. pribadi, bagian riset S2 di desa Teluk Pulai, Taman Nasional Tanjung Puting, 2005)

Sebagai sikap hormat kepada para pejuang & pahlawan, kepada para founding father Kalteng seperti Bpk. Tjilik Riwut dan penerus-penerusnya. Penulis berupaya untuk belajar menuangkan pemikiran untuk urun serta dalam membangun pariwisata Indonesia melalui Kalimantan. Melalui media non komersil WEBlog ini, akan di rilis opini & artikel terbaru:

1. VISIT KALIMANTAN: IDE & IMPLEMENTASI

2. AVANT GARDE PENDIDIKAN PARIWISATA

3. POLITIK PARIWISATA

4. RESPONSIBLE TOURISM, APA ITU?

Jakarta, 17 Agustus 2009

Copyright: Rio S. Migang. MSc to Borneo Tourism Watch [BTW]

Tulisan ini dimuat sebagai ujud apresiasi terhadap HUT Kota Palangka Raya ke-44 pada tanggal 17 Juni 2009. Telah dimuat di Harian Kalteng Pos (15-16 Juni 2009) dan di portal Kalimantan Tengah www.betang.com, serta situs resmi Pemprov Kalteng www.kalteng.go.id

Beauty City in Central Borneo by HeliAgus

Beauty City in Central Borneo | HeliAgus

Perlukah diadakannya suatu badan khusus yang menangani pariwisata di bumi Kalimantan? Marilah kita telaah bersama.

Di ranah nasional, Kalteng dikenal sebagai propinsi yang mempelopori Forum Kerjasama Revitalisasi dan Percepatan Pembangunan Kalimantan (FKRP2RK). Sektor unggulan dalam upaya percepatan pembangunan tersebut adalah infrastruktur. Sebagai pelopor utama forum tersebut tentu saja cerita memilukan bahwa kontribusi PRB Kalteng paling rendah dibanding ketiga propinsi lainnya, bukanlah halangan.

Di sisi lain, tidak kalah penting adalah perhatian pada sektor pariwisata.

Nilai penting sektor pariwisata disebabkan oleh dua hal, pertama angka kunjungan turis asing di tahun 2010 yang akan mencapai 1,046 milyar orang (WTO, 2008). Kedua, meluasnya tren model pariwisata minat khusus di abad 21 kini, dimana unsur kelaikan infrastruktur terutama jalan yang bagus, ketersediaan hotel berbintang, hingga pelayanan ala amerika, menjadi tidak begitu penting bagi para turis tersebut.
(more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch [BTW]

Tulisan ini merupakan materi paparan oleh Rio Setiawan Migang dalam rangka Seminar HUT Ke-52 Kalteng, Senin 25 Mei 2009. Bertempat di Jayang Tingang Center,  Kantor Gubernur propinsi Kalimantan Tengah.

Betang-Lamin-Longhouses

Betang-Lamin-Longhouses | by NN

Tahun 2005, pihak otorita Pemprov Kalteng mengeluarkan statement prioritas pembangunan yang bertumpu pada beberapa sektor, salah satunya pariwisata. Di tahun 2009, melalui rilis di http://www.kalteng.go.id, situs resmi pemerintah Kalteng, termaktub bahwa tahun ini dicanangkan sebagai tahun prioritas pembangunan pariwisata provinsi Kalimantan Tengah.

Mengapa sektor pariwisata memiliki nilai begitu penting? Adakah peran pariwisata secara langsung terhadap pertambahan devisa daerah?

Mari kita menengok data yang dirilis oleh Badan Pariwisata Dunia (World Tourism Organization atau WTO) dan Konsil Perjalanan dan Pariwisata Dunia (World Travel and Tourism Council atau WTTC).

(more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch [BTW]

Tentu tak pantas apabila keragaman atraksi wisata  Indonesia disejajarkan dengan negara seperti Malaysia, Singapura, maupun Thailand. Indonesia jelas terlampau beragam, terlampau kaya budaya, terlampau indah alamnya. Namun, karena terlampau itulah, Indonesia nampaknya terlena pada adagium sebagai bangsa yang terlalu kaya.

Legenda Amuk Riam | extremeborneocom

Legenda Amuk Riam | extremeborneocom

 

 

Kondisi Riil Pariwisata Indonesia

Catatan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) yang mencanangkan Visit Indonesia Year 2008 dan mengumumkan keberhasilannya menyumbang US$ 7,5 miliar dari 6,43 juta wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia, bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan. Ada dua aspek yang dinilai, bandingkan pemasukan oleh negara sekecil Malaysia atau Vietnam, maka seharusnya kita kaget bukan kepalang. (more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch [BTW]

Tentu tak dapat dipungkiri bahwa pembangunan real estate yang menjual produk perumahan bertemakan green architecture, dihargai cukup mahal dibandingkan jenis hunian yang tidak memberi label green pada produknya. Konsep green seolah menjadi obat terapi yang mahal di tengah kalutnya isu mengenai global warming.

TMTC Jakarta \ Arsitek Rizal Muslimin 'urbane'

TMTC Jakarta | Arsitek Rizal Muslimin | Urbane

Tidak salah memang, konsekuensi kecerobohan manusia yang mengabaikan alam memang seharusnya ditebus mahal. Kolektivitas perilaku dosa manusia terhadap alam harus ditanggung bersama. Jikalau dampak negatifnya dicerca sebagai ketidakadilan alam, maka tentu tidak salah jikalau Tuhan membiarkan alam makin beringas mengadili manusia. Mencerca alam dan Pencipta seharusnyalah diganti dengan mengobati alam dan mensyukuri bencana yang terlanjur menimpa. (more…)

Copyright: Borneo Tourism Watch [BTW]

Diantara saratnya kegiatan kota dan meningkatnya pergerakan warga kota selepas pulang kantor di malam hari. Seorang rekan fotografer arsitektur mengajak saya untuk menikmati night hunting ke tengah CBD Jakarta.

Starting point kami dari Grand Indonesia, sembari memanggul camera backpacker masing-masing yang fiuww..beratnya, kami menyusuri setengah koridor Sudirman-Thamrin ke arah Four Season-The Peak. Ada dua kamera yang saya tenteng, Nikon D70 SLR 70-300 dan Pro summer Canon S5is. Berikut sebagian hasil jepretan dengan kamera pro summer, tanpa tripod, aduhai goyangannya, lumayan bikin noise.

Silahkan dinikmati..

resize-of-cubic-arch2 resize-of-grand-hyatt

resize-of-infront-of-hyatt1 resize-of-depan-kempinski1

Dari atas-bawah: (1) Grand Indo; (2) Hyatt; (3) Night street corridor; (4) me; (5) Mercy Tower; (6) HI statue

(Dok. pribadi-tanpa edit photoshop)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Institut Dayakology

Bagian berikut merupakan terusan dari tulisan sebelumnya.

Pencapaian Makna Hidup Manusia Dayak sebagai Sumber Kebudayaan Unggulan

Tahap kesadaran tersebut di atas tidak dapat lepas dari pergumulan makna hidup orang Dayak. Lalu, apakah makna hidup orang Dayak? Jikalau makna hidup orang Dayak jelas, implikasi dan tautannya dalam kebudayaan Dayak akan lebih jelas. Pada aspek inilah akan dapat dilihat bagaimana pariwisata berkelanjutan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk memperkenalkan dan mengangkat kebudayaan Dayak sebagai garam dan terang bagi dunia.

Dooyeeweerd (dalam Lie, 2008) mengungkapkan bahwa makna hidup manusia meliputi lima belas aspek: kuantitatif, spasial, kinematik, fisik badaniah, biotik, sensori/insting, analitikal, formatif, bahasa, sosial, ekonomi, estetika, hukum, etika, dan iman. Sayangnya, pendidikan modern cenderung mengarahkan manusia hanya dalam lingkup analitikal saja. Sedangkan dunia posmodern cenderung mengarahkan ke dalam aspek yang hanya bertautan dengan pengolahan permainan bahasa sebagai dasar logika (Lie 2008). (more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Institut Dayakology

Tulisan dengan tema di atas telah menjadi koleksi Institut Dayakology. Semoga Mencerahkan!

MENGGAPAI MEANING OF LIFE, KELUAR DARI BEING OF DAYAK

Dayak Festive from DYC Album

Dayak Festive | Jakarta DYC Album

Harapan akan kemajuan tentunya tidak melulu dimengerti dalam konteks ekonomi. Hal ini pun mengena bagi masyarakat Dayak. Bagi masyarakat yang nenek moyangnya nyaris sepenuhnya bergantung pada alam, konsentrasi ketergantungan umumnya bertumpu pada hasil alamnya.

Apa yang dihasilkan oleh alam, itulah yang dinikmati suku bangsa yang unik ini.

Ketergantungan tersebut memang memberikan nilai positif bagi kelangsungan daur hidup. Alam dikelola dengan baik, dan manusia yang mengelolanya pun hidup dengan sejahtera karena merasakan keindahan dari rasa cukup yang mengisi kehidupan.

(more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSC to Borneo Tourism Watch [BTW]

Bagian 3-b

Floating House | Bappenas album

Floating House | Bappenas album

Sebagai sebuah etintas sistem, masyarakat sipil diatur dalam kerangka hukum yang jelas. Terdapatnya perda yang mengatur tentang kependudukan, perda ketertiban umum, perda tentang kebersihan, ketertiban dan keindahan yang kesemuanya mencerminkan eksistensi pengaturan terhadap aspek relasi sosial antar golongan masyarakat agar tercipta suatu lingkungan intagible yang nyaman untuk dihuni maupun dikunjungi.

 

Wisatawan yang peduli hukum, akan menyadari sepenuhnya bahwa pentingnya penegakan hukum setempat akan sangat mempengaruhi situasi kondisi keamanan maupun kenyamanan berwisata. (more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch [BTW]

Bagian 3-a

Beberapa kota di Indonesia dikenal sebagai kota dan tujuan wisata yang penting, seperti Bali, Yogyakarta, Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan dan lainnya. Namun tak dapat dipungkiri, konsekuensi dari dampak pertumbuhan ekonomi suatu kota adalah kesenjangan ekonomi dalam wujud kemiskinan. Paradoks.

Merebekanya kemunculan gelandangan, pengemis, anak jalanan, pemukiman kumuh dan lainnya di area-area terbangun mengindikasikan paradoks pembangunan tersebut. Sedemikian jauh, apakah memang terdapat hubungan antara pengemis dan pertumbuhan ekonomi melalui sektor pariwisata di kota tersebut? dan sejauh manakah hubungan tersebut memiliki signifikansi penting bagi kedua pihak?

(more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch [BTW]

Bagian 2

Berbagai sektor pembangunan bergerak dengan motivasi yang sama untuk mencapai cita-cita masyarakat adil makmur yang tidak lagi dilabeli kemiskinan. Demikian pula halnya dengan sektor kepariwisataan, berbagai strategi dan program diupayakan agar tercapainya/terpenuhinya tujuan untuk mengurangi bahkan menghilangkan kemiskinan.

Tulisan ini berisi konsep-konsep ringkas pengurangan kemiskinan melalui bidang kepariwisataan, yang sekaligus pula untuk melengkapi tulisan sebelumnya (Mengentaskan atau Mengurangi Kemiskinan).

(more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch [BTW]

Opini berikut merupakan hasil kontemplasi saya, setelah bertemu banyak pihak yang meyakini sebuah utopia bahwa kemiskinan pasti lenyap dari muka bumi suatu saat nanti. Benarkah?

Bagian 1

Benarkah kemiskinan bisa dihilangkan? Dan mengapa sepanjang sejarah umat manusia, sejarah mengajarkan bahwa kemiskinan tidak bisa dilenyapkan?

Selama ini, tentu kita sering mendengar beberapa istilah yang ‘digandeng’ dengan kata kemiskinan, antara lain : (1) menghapuskan kemiskinan; (2) mengentaskan kemiskinan; (3) menghilangkan kemiskinan; (4) menanggulangi kemiskinan; (5) memerangi kemiskinan dan (6) mereduksi/mengurangi kemiskinan. Padanan kata-kata kemiskinan di atas menunjukkan bahwa kemiskinan seolah-olah dianalogikan sebagai sebuah aib. Apabila kemiskinan dianggap sebagai aib, maka seluruh definisi tentang kemiskinan, akan cenderung dipadankan dengan kata kerja aktif seperti menghapuskan, mengentaskan, menghilangkan, menanggulangi, memerangi hingga mereduksi.

(more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch [BTW]

Kemiskinan bagi sebagian besar orang merupakan momok menakutkan yang sebisa mungkin untuk disingkirkan. Kemiskinan macam apakah yang seharusnya dapat dihindarkan? Benarkah kemiskinan menjadi bagian tak terpisahkan dalam sejarah manusia? Dapatkah bidang pariwisata turut serta dalam upaya pengurangan kemiskinan?

Berikut merupakan serial tulisan yang merupakan hasil kontemplasi terhadap apa itu kemiskinan.

Bag.1 – Mengentaskan atau Mengurangi Kemiskinan?

Bag.2 – Konsep Umum Pengurangan Kemiskinan Melalui Pariwisata

Bag.3 – Mengurangi Kemiskinan Melalui Pariwisata: Sebuah Tinjauan Kritis

Tulisan-tulisan tersebut di atas merupakan tulisan yang sebelumnya telah dipublikasikan di www.kalteng.go.id dan www.planetborneo.net dan telah di edit ulang oleh penulis.

(more…)

Copyright: Rio S. Migang, MSc to Borneo Tourism Watch [BTW]

Sejarah perselisihan Indonesia dengan Malaysia terbilang panjang. Selain kasus Blok Ambalat, salah satunya berkenaan dengan penggunaan lagu “Rasa Sayange” sebagai bagian dari kampanye promosi Negeri Jiran tersebut. Terang saja aksi tersebut membuat gerah masyarakat Indonesia, terutama kalangan seniman dan budayawan.

 

Great Apes from Borneo "Orangutan"

"Orangutan" Great Apes from Borneo

Uniknya, statistik menunjukkan, tanpa lagu “Rasa Sayange” itu pun pertumbuhan kunjungan pariwisata Malaysia telah mencapai angka yang spektakuler.

(more…)